Ulama dan Ormas Islam Kaltim Rumuskan Pandangan Keagamaan atas Dinamika Sosial
KALTIM.NEWS -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Timur menyelenggarakan Bahtsul Masail sebagai forum yang bertujuan untuk membahas dan menyelesaikan berbagai masalah yang berkaitan dengan agama, sosial, dan kebangsaan yang dihadapi oleh masyarakat
di Hotel Bumi Senyiur, Samarinda, Kamis (11/12/2025).
Kegiatan ini menghadirkan para ulama, kiai, akademisi, pengelola pondok pesantren, serta perwakilan berbagai organisasi masyarakat Islam di Kalimantan Timur.
Forum tersebut dirancang sebagai arena pembahasan ilmiah yang mempertemukan otoritas keagamaan dan para pemangku kepentingan guna merumuskan pandangan hukum atas isu-isu publik yang berkembang.
Dalam daftar peserta yang diundang, hadir pula perwakilan DPW Hidayatullah Kalimantan Timur. Organisasi ini mengutus salah satu pengurus hariannya yakni Ust. Muhammad Yarif Yahya, S.H.I., M.Pd. Partisipasi tersebut bagian dari peran aktif ormas Islam dalam proses penghimpunan data, analisis, dan kontribusi perspektif keagamaan yang diperlukan untuk memperkaya proses perumusan fatwa.
Pembukaan acara dilakukan oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Kaltim, KH. Drs. Khairy Abusyairi, Lc., M.A. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa fatwa memiliki fungsi strategis sebagai pedoman bagi umat dalam menghadapi dinamika sosial yang terus berubah.
Menurutnya, ruang pembahasan seperti Bahsul Masail menjadi instrumen penting untuk memastikan bahwa respons keagamaan dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Mengusung tema Fatwa Sebagai Pijakan Rekayasa Sosial Menuju Peradaban yang Beradab, forum kali ini membahas empat isu aktual. Pertama, topik mengenai kepiting soka yang mencakup proses produksi, konsumsi, hingga aspek sertifikasi halal. Perdebatan mengenai praktik budidaya dan standar kehalalan komoditas ini telah berkembang di banyak daerah sehingga membutuhkan kepastian fikih yang jelas.
Isu kedua terkait alih fungsi dan pembakaran lahan hutan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman. Para peserta menelaah implikasi ekologis, legal, dan etis dari aktivitas tersebut, serta meninjau prinsip-prinsip syariah yang memandang pemeliharaan lingkungan sebagai bagian dari tujuan-tujuan utama hukum Islam.
Selanjutnya, forum mengkaji praktik parkir liar yang kerap memunculkan polemik mengenai retribusi dan pelayanan publik. Para ulama dan akademisi menyoroti aspek keadilan, ketertiban, dan perlindungan masyarakat dalam pengelolaan ruang publik yang sering menjadi sumber keluhan warga.
Isu keempat membahas fenomena ajakan di sebagian majelis taklim mengenai klaim bahwa jumlah Asmaul Husna lebih dari 100. Diskusi diarahkan pada klarifikasi dalil, sejarah kodifikasi nama-nama Allah, serta dampaknya terhadap pembinaan keagamaan masyarakat.
Setiap isu dibahas dengan pendekatan fikih, kajian maqasid syariah, dan analisis sosial kontemporer. Pandangan yang berkembang dalam forum disusun sebagai bahan pertimbangan awal menuju rumusan fatwa yang komprehensif dan aplikatif.
Kiai Yarif Yahya dalam keterangannya mengatakan kehadiran DPW Hidayatullah Kaltim menegaskan komitmen organisasi dalam penguatan literasi keagamaan dan upaya menjaga kemaslahatan publik.
Melalui partisipasi ini, tambahnya, Hidayatullah turut mendorong proses keagamaan yang berorientasi pada pembangunan peradaban yang beradab dan responsif terhadap tantangan masyarakat modern.[]
CHARLES JOESOEF
